Kamis, 06 Oktober 2011

pengertian shift paradigm-tugas sosial dasar#

Shift paradigm – pola pikir
           
hal ini banyak pemabahasan tentang apa itu shift paradigm yang secara umum kita mengenalnya dengan pola pikir. Secara gelobal pola pikir itu adalah suatu aspiratif dan jalannya ide bertemu tindakan yang akan di lakukan sebagai  cermin yang membedakan sifat pada manusia. Pola pikir juga tidak dapat di tentukan dari gen atau sifat bawaan karna yang awalnya mungkin dia memiliki pola pikir yang lebih dewasa dari usia dia seharusnya tetapi suatu saat dia masuk pada lingkungan yang lebih memandang sesuatu secara enjoy dan lebih santai maka mungkin ia akan  terbawa dan berubah derastis memiliki pola pikir yang lebih kekanak-kanakan atau pun sebaliknya yang mungkin pada awalnya ia memiliki pola pikir kekanak-kanakan yang tidak seharusnya sewajarnya pada umur seusianya dan ia masuk pada dunia pendewasaan yan lebih bisa merubah pola pikirnya sehingga ia secara tidak langsung bias berpola pikir lebih dewasa lagi. Shift paradigm atau yang biasa kita kenal pola pikir biasanya  menggambarkan bagaimana cara dia melakukan atau mengerjakan suatu hal,contohnya: mengerjakan tugas2,persentasi,demonstrasi,mengemukakan pendapat ataupun bertanya. Itu semua akan terlihat perbedaannya antara mana yg memiliki shift paradigm lebih dewasa atau yang masih memiliki pola pikir kekanak-kanakan.

Mahasiswa.. dimana “MAHAmu”?
Apa yang menjadi perbedaan mendasar mahasiswa dengan ‘enggak mahasiswa” alias siswa biasa(SD, SMP, SMA)? Kalau menurut beberapa orang adalah mahasiswa bisa sekolah tanpa baju seragam dan bebas mengenakan apapun sedangkan 3 tingkat sekolah sebelumnya wajib mengenakan baju seragam. Fiuh, begitu sajakah perbedaannya? Hanya dari tataran kemasan, jadi dapatkah disimpulkan isi dan pola pikir mahasiswa tak ada bedanya dengan anak SD, SMP, atau SMA dan Cuma berbeda kemasan? Padahal bila didefinisikan secara lebih benar dan secara (pura-pura) semiotik atau berdasarkan ilmu tentang tanda. Bukankah sudah jelas dari kata ‘Maha’ saja membedakan mahasiswa ini dari segala aspek dibanding siswa biasa. Maha dalam pemikiran, maha dalam perbuatan. Tapi bagi si mahasiswa ini kenikmatan SMA masih terbayang hingga terus dipertahankan sampai di bangku kuliah, maka engganlah Dia belajar mengasah pola pikir kritis dan terus menerus berkutat dalam pola pikir SMA nya yang terbiasa pasif, dibimbing, dan suka main. Inilah sumber keresahan yang memunculkan pertanyaan: Mahasiswa, Dimana Mahamu?
Lunturnya Kritisisme Mahasiswa
Sejatinya bangku kuliah di universitas akan membekali para mahasiswa dengan bekal dan persiapan ilmu yang akan mengasah pola pikir Mereka menjadi kritis dan cerdas. Mencetak manusia-manusia maha yang tak mau diam saja ketika melihat sebuah ketidakberesan sistem dan mempertanyakan kebenaran. Baik dalam segala aspek, ekonomi, sosial, politik, budaya, apapun. Mahasiswa bertanggung jawab pula sebagai calon intelektual dan calon cendekiawan dalam mengawasi sistem pemerintahan. Sekedar pengingat adanya So Hok Gie sebagai ikon mahasiswa dapat dijadikan panutan dimana status mahasiswanya dimanfaatkan benar-benar untuk menghembuskan angin perubahan, melontarkan mosi tidak percaya pada sistem yang dianggap rusak. Lantas idealisme Gie memaksanya mati ketimbang terdiam dalam hidup keterasingan. Demi melihat kondisi mahasiswa kini, mungkin Gie tengah menangis dalam kuburnya saat tahu generasi penerusnya kehilangan kritisisme nya. Mahasiswa kini ibarat sebuah mesin, mahasiswa jaman sekarang adalah mesin intelektual yang dicetak perguruan tinggi untuk diluluskan kemudian melemparkannya ketengah masyarakat untuk membombardir masyarakat luas dengan berbagai retorika, wacana, yang kesemuanya menggunakan bahasa mesin intelektual tadi. Akibatnya masyarakat awam tak paham penjelasan bahasa mesin intelektual tadi dan hanya bisa diam. Sementara para mahasiswa mesin yang bekerja menerangkan ilmu namun dengan bahasa mesin intelektual tadi tetap digaji, perguruan tinggi tempatnya bernaung dulu mendapat prestise tertinggi sebagai kampus pencetak orang pintar. Dan pak Warno penduduk desa petani hanya terbengong-bengong kala puluhan mahasiswa KKN dari jurusan fisioterapi sebuah perguruan tinggi swasta Surakarta menerangkan faedah fisioterapi namun dengan bahasa renyah implementasi, paradigma, trauma, ambigu, sambil bertanya-tanya kira-kira apa artinya.
Dan macam mesin yang juga digunakan dalam industri, pabrik-pabrik, atau dalam mobil. Kesemuanya adalah sama saja: tanpa hasrat. Hanya berjalan berdasarkan mekanisme pasti tanpa adanya intuisi berdiri sendiri. Analogi mesin ini untuk menunjukkan mahasiswa kini memang layaknya mesin yang diatur berbagai mekanisme dalam hidupnya. Mulai dari mekanisme pendidikan kampus yang parsial dan tidak memberikan esensi ilmu secara benar, mekanisme patriarki dan hirarki dari orang tua yang memaksa anaknya kuliah di jurusan tertentu sesuai keinginan orang tua demi kebanggaan semu saat bilang pada rekannya “anakku kuliah di Universitas unggulan loh.” Hingga mekanisme pasar (baca: kapitalisme) yang menjadikan mahasiswa terjebak dalam labirin konsumerisme hingga tak mampu keluar. Dengan berbagai mekanisme pengaturan hidup seperti itu sangat sulit kiranya bagi mahasiswa masa kini untuk mengembalikan sisi kritis mereka. Mahasiswa kini memiliki pola pikir impotensi dan ejakulasi dini yang sukar disembuhkan secara menyeluruh, justru mahasiswa era modern tengah sibuk menghayati perannya sebagai penikmat janji modernisasi. Meminjam istilah Rene Descartes “Aku berpikir maka Aku ada.” Yang dibuat satire “Aku berbelanja, maka Aku ada.” Dan mahasiswa kini mengiyakan yang kedua, mahasiswa digiring dalam gemerlapnya konsumerisme oleh mekanisme pasar.
Mahasiswa, Target Pasar Signifikan
Ada gula ada semut, ada komunitas mahasiswa ada penjual. Karena para penjual tahu mahasiswa masa kini suka belanja jadi para penjual mendekat ke komunitas mahasiswa agar dapat menjual sebanyak mungkin. Sebuah data rilisan hasil survei Bank Indonesia dan UPN Yogyakarta pada tahun 2008 cukup mengejutkan. Diasumsikan bahwa potensi pengeluaran mahasiswa Yogyakarta dalam satu bulan mendekati RP. 383,5 Milyar rupiah. Dan yang lebih mengejutkan diketahui porsi pembelanjaan uang tersebut lebih banyak dihabiskan untuk sektor hiburan dan makan-minum, bukan untuk pembelian buku pelajaran atau keperluan kuliah. Mahasiswa yang sudah luntur pola pikir kritisnya ini makin nestapa dibombardir janji manis konsumerisme. Mahasiswa adalah agen pemasaran terhebat. Sebab ketika satu mahasiswa mengkonsumsi produk tertentu, mahasiswa lainnya akan mengikuti atas nama trend dan gengsi. Mahasiswa adalah target pasar paling signifikan dan menjanjikan. Jadi jangan heran bila disekeliling perguruan tinggi lebih menjamur sektor komersial seperti toko belanja, rumah makan, atau mal ketimbang toko buku. Apabila yang menguasai sektor komersial seputar komunitas mahasiswa ini para pengusaha dan pedagang kecil mungkin tidak jadi masalah, karena mikro ekonomi berarti kehidupan rakyat kecil. Namun perkaranya adalah penguasa sektor komersial, para lintah yang menghisap darah mahasiswa ini adalah usaha-usaha besar, franchise yang dikuasai pemodal kuat yang entah Dia berada dimana. Tentu semua laba kawasan komersial ini terpusat hanya pada pemodal itu. Sementara beberapa warga lokal sekitar komunitas mahasiswa yang bermodal kecil berusaha mengais remah laba dengan berjualan seadanya. Dengan mendorong gerobak misalnya. Itupun kalau tidak terbentur kebijakan universitas yang melarang pedagang kaki lima berkeliaran dilingkungan kampus yang katanya “takut mengganggu proses belajar.” Jadi, mahasiswa sedang sibuk menikmati hari dalam gelimang konsumerisme. Mana sempat belajar kritis kala mahasiswa sedang bersenang di kedai kopi sambil update status galau melalui akses Wi-Fi gratis. Manalah mahasiswa peduli akan tanggung jawabnya sebagai calon cendekiawan ketika Dia sibuk makan di lesehan dan main futsal. Apakah Kita masih bisa berharap mahasiswa memperoleh lagi kekritisannya ditengah euforia massa konsumerisme ini?
Keberanian Mendekonstruksi Tradisi
Apa yang dibutuhkan untuk mengurai benang kusut permasalahan mahasiswa yang mati insting kritisnya ini? Saatnya mengevaluasi diri lantas mendekonstruksi pola pikir. Tolak mekanisme-mekanisme yang memproduksi mahasiswa mesin. Biasakan berpikir kritis, jangan mau diam bila melihat sebuah ketidakberesan. Yang paling utama. Segera rubah pola pikir “Aku berbelanja maka Aku ada.” Sebab budaya mengkonsumsi membuat malas dan enggan belajar serta berusaha. Lagipula jika mahasiswanya yang calon intelek dan cendekiawan saja suka mengkonsumsi lalu bagimana masyarakat awamnya? Akan lebih mengkonsumsi. Butuh keberanian besar memang untuk merombak sistem tradisi dan mekanisme yang membatasi potensi kritisisme mahasiswa ini. Tapi masih mungkin dilakukan selama ada keinginan. Agar mahasiswa kembali ke jalurnya yang benar sebagai calon intelektual dan cendekiawan. Bukan sebagai target pasar signifikan dan mesin intelektual rusak. Bila mahasiswa masih belum mau mendekonstruksi pola pikir dewasa ini, maka patutlah Kita lontarkan pertanyaan besar pada kalangan mahasiswa ini: Mahasiswa, dimana mahamu? []
ARIS SETYAWAN
Yogyakarta, 26 Februari 2011
( created and sent from my friend’s computer. For more word and shit log on to http://www.arisgrungies.multiply.com )

BE POSITIVE THINKING IN YOUR LIFE
          Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari "TTIDAK PEDE" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Saya yakin anda pernah dan hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. hilangnya rasa pede tentu menjadi sesuatu yg sangat mengganggu,tlebih ketika dihadapkan pada tantangan atau pun situasi baru. Ada yang berkata: "kok saya tidak seperti dia,...yang selalu percaya diri...rasanya selalu saja ada yang kurang dari diri saya...saya malu menjadi diri saya!?

Berikut hal yang dapat kamu "pikirkan" tentang perbedaan orang yang percaya diri dan tidak percaya diri... tapi ingat men jangan sampai percaya dirinya berlebihan... bisa-bisa anda mencintai diri anda dengan sangat teramat berlebihan (narsisme) dampaknya ya ga begitu berat paling-paling gila.... hehe....

Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang percaya diri
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :
? Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
? Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
? Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain ? berani menjadi diri sendiri
? Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
? Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
? Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya
Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang kurang percaya diri
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah:

? Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
? Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan
? Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri ? namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
? Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
? Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
? Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)
? Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu
Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain)


Pola Pikir Negatif
Pola pikir individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:
? Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri (?saya harus bisa begini...saya harus bisa begitu?). Ketika gagal, individu tersebut merasa seluruh hidup dan masa depannya hancur.
? Cara berpikir totalitas dan dualisme : ?kalau saya sampai gagal, berarti saya memang jelek?
? Pesimistik yang futuristik : satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya, mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak akan lulus sarjana.
? Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism : suka mengkritik diri sendiri dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.
? Labeling : mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan negatif, seperti ?saya memang bodoh?...?saya ditakdirkan untuk jadi orang susah?, dsb....
? Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain : ketika orang memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.
Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri : senang mengingat dan bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu langsung merasa menjadi orang tidak berguna.

Ciri orang yang berpikir positif (Pola pikir Positif)
? Melihat masalah sebagai tantangan
? Menikmati hidupnya
? Pikiran terbuka untuk menerima saran ?n ide
? Menghilangkan pikiran negatif segera setelah pikiran itu terlintas dalam benak
? Mensyukuri yang di miliki
? Tidak mendengarkan gossip yang tak menentu
? Tidak bikin ALASAN tapi langsung bikin TINDAKAN
? Menggunakan bahasa yang positif
? Menggunakan bahasa tubuh yang positif
? Peduli pada citra diri.
(saduran beberapa majalah dan buku psikologi)
Personal site of fauzy
JADI MAHASISWA BERANI GAGAL?
JAKARTA, KOMPAS.com — Pendidikan kewirausahaan di tingkat perguruan tinggi semakin diarahkan untuk membuat mahasiswa menjadi mandiri. Namun, hal tersebut tidak mudah dijalankan karena pola pikir, keterampilan, dan pengetahuan mahasiswa, bahkan pendidik pun, belum memahami semangat dan nilai-nilai kewirausahaan itu sendiri.
Manajer Umum International Development Program-ABFI Institute Perbanas Novianta Hutagalung mengatakan, untuk menerapkan pendidikan kewirausahaan yang berjalan baik, hal itu harus dilakukan dengan beberapa pemahaman yang juga baik.
"Sebenarnya untuk memulai pendidikan wirausaha di perguruan tinggi itu dapat dijalankan dengan mudah. Namun, pastinya dengan beberapa poin yang juga perlu diperhatikan," ujar Novianta kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (12/5/2011).
Novianta memaparkan poin-poinnya sebagai berikut:
Ubah pola pikir pendidik
Dalam mengembangkan pendidikan kewirausahaan yang utuh, hal utama dan kali pertama diubah adalah mindset atau pola pikir. Perubahan pola pikir di sini lebih ditekankan untuk pengelolaan program pendidikan, yakni pendidik/dosen.
"Pada dasarnya, pendidiklah yang menjadi tombak dalam proses transformasi program dan siswa-siswanya. Ini agar mahasiswa dapat mempunyai pemikiran tentang arti penting entrepreneurship secara utuh, serta mengelolanya dengan baik pula," kata Novianta.
Jalankan program
Ketika berbicara kewirausahaan atau entrepreneurship, berarti kita harus juga memulai pelaksanaan program-program kurikulum secara utuh. Namun, di sini kurikulum juga tidak sekadar menawarkan daftar akademik, tetapi juga memproyeksikan kualitas lulusannya.
"Karena nantinya mahasiswa punya kesempatan secara real di sini untuk mengembangkan konsep-konsep yang didapat di kelas. Di situ nanti akan kita temukan jalan keluar ketika beragam kesulitan, hambatan, dan tantangan muncul," tuturnya.
Jangan pernah takut gagal
Saat ini, sering slogan "kegagalan adalah bagian sukses yang tertunda" dikumandangkan. Faktanya, masih banyak yang tidak ingin berusaha ketika mengalami kegagalan.
"Harus terus mengeksplorasi segala kesempatan yang ada. Semakin terus mengasah diri menjadi pengusaha, peluang untuk sukses juga semakin besar," ujarnya.
Arie wibowo/latief/kamis/12 mei 2011

PENGARUH POLA PIKIR KE PRILAKU KITA
PostDateIconMonday, 15 November 2010 17:56
Tahun 2001 saya ke Jepang dalam rangka mengikuti program AOTS (Association Overseas Technical Scholarship), saya dengan kelompok AOTS yang lain diajak jalan jalan ke kampung Jepang dengan tujuan belajar budaya Jepang secara langsung ke penduduk setempat, dimulai dengan berkenalan dengan penduduk yang rata rata orang tua, karena yang muda sekolah atau pergi kerja.

Saya kenalan dengan Oba san, profesi beliau sebagi Ibu rumah tangga, dengan wajah gembira saya dan teman teman dipersilahkan masuk kerumahnya, memberi secangkir teh Jepang yang masih panas tanpa gula, Ibu tersebut berceritera banyak tentang kehidupan kampung, sambil mendengar saya mengamati ruang tamu dan pandangan saya tertarik ke kamar kecil diruang tamu, dari penjelasan Oba san ternyata kamar tersebut adalah WC.

Melalui pembimbing saya tanya kenapa WC nya di ruang tamu ?, saya mendapat penjelasan yang singkat dari Oba san mengapa WC di taruh di bagian depan (Ruang tamu), “ WC itu kotor, ditaruh di depan supaya mudah dikontrol”, mendapatkan jawaban tersebut saya tersentak dan langsung terbayang kehidupan di kampung saya.

Mari kita lihat sisi pola pikir kita secara umum, hampir seluruh penduduk di sekitar kita mungkin termasuk kita sendiri menaruh WC di bagian belakang rumah, kalau ditanya alasannya bisa dipastikan salah satunya adalah “ WC itu kotor, pantasnya ya ditaruh di belakang, memalukan !!! “

Ada pola pikir yang 360 derajat berbeda, budaya Oba san adalah meng “explore” masalah supaya kelihatan dan terus berusaha untuk menanggulangi masalah tersebut, sedangkan disisi lain pola pikir kita diajarkan oleh pendahulu kita bahwa yang kotor, tidak baik dan simbul - simbul lain yang tidak sesuai harus ditutupi, supaya tidak kelihatan dan membuat malu.

Dampak pola pikir tersebut sangat luarbiasa di kehidupan kita, yang tercipta di pikiran kita adalah bagaimana supaya tidak kelihatan, bukan bagaimana mencari solusinya. Contoh kasus; dikantor kita bekerja selalu menempatkan barang - barang yang dianggap tidak terpakai, kotor, rusak, dan lain lain ditaruh dibagian belakang atau bahkan di wilayah yang jarang dilewati atau dilihat top management dan tamu yang sering berkunjung, alasannya jelas “ Memalukan !!! “

Atau bahkan kita sebagai atasan yang seyogyanya membantu menyelesaikan problem yang dihadapi, malah marah - marah karena melihat anak buah kita menunjukkan hasil kerja yang tidak sesuai dengan harapan (Spesifikasi, cacat, atau tidak sesuai dengan standar), hal tersebut dapat diartikan bahwa “ Menunjukkan hal yang menyimpang = Minta dimarahi atasannya “, selanjutnya menyimpulkan lebih baik tidak memberi tahu atau di tutupi agar “ Tidak Memalukan “

Pola pikir akan banyak mempengaruhi prilaku kita sehari - hari, sehingga pandangan kita tentang kondisi bisa kita artikan berbeda, bukan dilihat dari tantangan dan peluang tetapi bagaimana supaya tidak kelihatan, dengan contoh kasus diatas cobalah kita memperbaiki pola pikir kita bahwa problem bukan harus di tutup - tutupi, tetapi harus diungkap agar dapat dicarikan solusinya dan tidak terjadi lagi dikemudian, dampaknya akan luarbiasa ke diri kita dan kehidupan kita masing - masing.

Selamat merenungkan pendapat saya – mozila/google/nama tidak di ketahui

Mengenal Pola Pikir Diri Sendiri
http://www.putra-putri-indonesia.com/images/nilai-diri.jpg       Pola Pikir Sebagai Dasar Segala Bentuk Tindakan
Pernahkah Anda kesal dalam satu percakapan, diskusi atau rapat? Atau pernahkan Anda memperhatikan orang yang kesal dalam diskusi atau pertemuan? Anda mungkin pernah mengalaminya atau melihatnya. Bukan hanya kesal, orang bisa emosi dan marah. Bahkan ada yang sampai berkelahi seperti yang pernah saya tonton di televisi. Apa yang menyebabkan sikap demikian? Mengapa begitu mudah berbeda pendapat atau berdebat yang bisa berujung dengan rasa kesal, emosi, marah bahkan sampai berkelahi?
Pada lapisan yang paling mendasar, ini disebabkan adanya perbedaan praanggapan (presupposisi). Ibarat bangunan sebuah rumah, pra-anggapan adalah fondasinya. Kita tidak bisa melihat fondasinya. Tidak kelihatan dengan kasat mata bagaimana struktur fondasinya. Tetapi, di atas fondasi itulah bangunan berdiri: mulai dari dinding, pintu, jendela, dan atap rumah. Demikianlah praanggapan seseorang. Ini tidak kelihatan, tetapi di atas fondasi inilah seluruh tindakan dan perilaku seseorang dibangun.
Setiap orang mempunyai pra-anggapan (presuposisi). Anda dan saya mempunyai pra-anggapan yang berbeda dan pra-anggpan itu tidak selalu sama. Edward de Bono menyebut pra-anggapan ini dengan istilah lain. Ia menggunakan kata kerangka berpikir atau pola pikir ('Thinking Pattern'), yaitu akumulasi informasi yang masuk ke dalam pikiran. Dan informasi ini kemudian, membentuk kerangka berpikir dengan sendirinya.
Wahyu nugroho-mozila/google/mengenal pola pikir diri sendiri
           
KESIMPULAN
          Dari berbagai sumber yang saya baca banyak perbedaan pendapat dan solusi mengatasinya tapi dari survey yang terlihat banyak juga pendapat yang 1 pikiran antara sumber yang satu dengan yang lainnya,kesimpulan dari itu semua ternyata pola pikir itu berpengaruh dari dimana kita tinggal dan dimana tempat kita bersosialisasi,pola pikir yang baik juga terbentuk dari usianya sekarang. Pola pikir yang baik juga tidak tercermin dari bagaimana penampilan mereka tapi tercermin dari bagaimana mereka bertindak dan berpendapat,contoh kecil :ketika mereka menghadapi masalah ataupun pada saat mereka bersosialisasi antara teman sebayanya. Pola pikir yang di maksud terlihat dari usianya adalah ketika kita menjadi mahasiswa tapi segala tindakan di lakukan dengan pola pikir anak kecil.
dengitu katanya Yang "maha"..bebas beraspirasi dan bertindak dengan pola
pikir mereka yang belum tentu juga sejalan dengan kenyataan... 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar